Langit begitu tenang dalam keremangan, menaburkan manik-manik angkasa,
dan menggantungkan benda perak melengkung. Aku menatapnya lekat, namun
tak mampu menggambarkannya jelas, kerena cairan yang menggenang di
pelupuk mataku. Angin tak lagi bernyanyi, guguran daun tak lagi semerah
darah, lebih dingin dan menusuk. Bunga-bunga es menemaniku malam ini,
aku berbalik, menghirup napas panjang dan menghembuskannya pelan,
menyeka cairan di pipiku, seiring salju yang menenggelamkan jejakku, aku
takkan menoleh ke belakang.
Ini seperti saat kau melambungkan perasaanku terlalu tinggi,
namun terjatuh begitu cepat hingga aku belum sempat tersenyum. Aku memang bukan
siapapun, tapi aku sendiri tak mampu menyembunyikannya. Aku tak mampu lagi
berpura-pura tak menyukainya. Ini terlalu menyakitkan. Tapi ku bukan siapapun
yang pantas untuk merasa kehilangannya. Jelas bahwa aku merasa kehilangan
karena aku merasa memiliki. Mengantungkan harapanku pada sosoknya yang
transparan, lebih dari sekedar kelabu. Kau bahkan tak pernah ada, dan selalu
begitu untukku. Tapi bagaimanapun, aku tak semudah itu mengakhirinya, aku
terlalu bodoh untuk sekedar terbangun. Dunia ini sangat terang saat aku menutup
mata, namun terlalu gelap saat aku terjaga.
Langganan:
Postingan (Atom)