Tidak seperti hari kemarin, keinginanku kini lebih
kuat. Entah karena aku yang tidak bahagia atau ini hanya angan sementara.
Ribuan kali kupikirkan apakah aku harus atau menolaknya. Aku menunggu, tanpa
kutahu apa itu. Semacam keinginan abstrak yang takmampu kugapai. Bukan hanya
aku, tentu saja. Bahkan ribuan teman di sampingkupun mempertanyakannya. Sesuatu
yang kami tunggu, sesuatu yang kami harapkan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Setiap
dari kami berbeda, tentu saja. Namun kami tidak pernah mempermasalahkannya.
Kami hidup beriringan dengan jutaan mereka yang hijau. Seperti hamparan karpet
yang takpernah kulihat ujungnya. Ya, tentu saja, batas pandangku takmampu
melihat keujung dunia. Aku dan mereka tersenyum, namun ada tetes air mata yang
menunggu untuk jatuh.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Aku
baru saja memulainya, entah berapa bulan lalu. Ah aku tidak menghitungnya.
Setiap hari kuhabiskan dengan bahagia. Ya, bahagia menurut definisi kami tentu
saja. Bernapas, menari, bernyanyi, dan menunggu. Kami tidak menyapa satu sama
lain. Namun aku yakin, entah apa yang membuat kami terikat. Takdir. Itu adalah
kata sederhana takterdefinisi. Selama aku bernapas, aku tidak akan berhenti
menemukannya. Namun itu bukan sesuatu yang kutunggu, ada hal lain yang lebih
sederhana sekaligus kompleks yang perlu kutemukan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Setiap
yang kutahu adalah harapan, setiap yang kulihat adalah angan. “mereka”. Yang
kusebut “mereka” adalah mahluk yang takkutahu. “mereka” adalah mahluk asing
yang berbeda dengan ribuan mereka di sampingku. Itu temanku, itu berbeda.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Tidak
lama setelah aku memperhatikan fajar, sesuatu dating dari jauh. Hal itu membuat
teman hijauku menari dan bernyanyi. Suara itu seperti gemerisik yang riuh dan
indah. Seperti aroma musim semi yang lembut. Ribuan pertanyaan bermunculan di
benakku. apa ini yang kutunggu? Apa ini
yang selama ini kucari? Aku memejamkan mata dan seketika hembusan besar
melewatiku. Angin. Mereka berarak membisikkan kabar bahagia. Aku membuka
mataku, tangkaiku hanya bergoyang sedikit. Aku menoleh kesampingku, sedetik
kemudian kusadari teman di sampingku menari. Mereka menari bahagia. Mereka
tersenyum begitu lebar nyaris tertawa. Entah mengapa aku melihat setetes air
mata terjatuh. Aku tersenyum lega karena kutahu itu air mata bahagia.
Mereka
menari seperti biasanya, namun kali ini berbeda, mereka terlalu bahagia, dan
pijakan mereka bukan lagi tanah, mereka menapakki udara dan angina yang mengayun
di sekitarnya, mereka akan menemukan apa yang mereka cari, nanti.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Ya,
hari ini belum sampai waktuku. Setiap dari kami berkurang, pada waktu yang
ditentukan. Aku taktahu kapan aku akan menyusul.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Entah
berapa lama waktu kuhabiskan seharian ini, aku takmenghitungnya. Namun kulihat
langit taklagi berwarna biri cerah, di ujung sana mentari menggantung rendah,
awan-awan berarak membingkai sinar sang senja. Mereka seperti siluet pengantar
kabar bahagia. Mereka nampak begitu manis berwarna jingga dan merah jambu.
Aroma musim gugur terselip diantara celah-celahnya. Aku menarik napas panjang
seolah ingin mengisi seluruh bagian selku, sebagai persiapan menempuh malam
yang panjang.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Indera
keenamku kembali dikejutkan keberadaan mahluk asing. Aku melihat berkeliling
dan menangkap siluet di kejauhan. Kali ini berbeda dari biasanya, mahluk itu
bukan angin yang menari dengan temanku sebelumnya. Mahluk itu semakin dekat.
Aku belum bisa melihatnya jelas. Semakin dekat dan dekat, aku melihat roda-roda
berputar seiring angin yang bernyanyi di telingaku. Entah perasaan apa ini, aku
merasa inilah saatnya. Mahluk itu semakin jelas. Itu manusia. Mahluk yang
kukira hanya mitos, kali ini bergerak dan menuju ke arah kami. Rambutnya hitam
dan tergerai di bahunya. Rambut-rambut itu menari karena ia yang bergerak
melawan arah angina. Ia mengendarai sesuatu dengan dua roda di sisi depan dan
belakangnya. Lututnya menyembul berulang-ulang di balik gaunnya karena ia
mengayuh benda itu. Ia menenteng sebuah ransel kecil di punggungnya, bebatuan
membuat tas itu bergerak naik turun. Aku tidak berhenti menatapnya hingga
iabegitu dekat dan berhenti tepat di depanku. Ia menjulurkan tangannya, meraih
tangkaiku dan memetikku. Rasanya sedikit sakit namun perasaan legaku lebih
dominan dari itu. Ia tersenyum dan melihat kea rah senja, aku nyaris mendengar
bisikan namun tidak begitu jelas.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Ia
mendekapku dan memejamkan mata. Begitu erat hingga aku bisa merasakan detak
jantungnya. Tangannya begitu erat menggenggamku. Sedetik kemudian aku tahu ia
tidak sedang tidur. Ia berbisik. Namun bibirnya sama sekali tidak bergerak, itu
suara hatinya.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Bisikkan
itu semakin jelas kudengar. Kali ini kata-kata itu taklagi bebentuk bisikan.
Aku bisa mendengarnya jelas. Kali ini kutahu ini bukan hanya kumpulan kalimat.
Mereka harapan. Aku bahkan takmenyadari airn mataku menetes, inikah? Inikah
yang selama ini kutunggu?\aku tidak bisa menggambarkan kata-kata itu. Namun aku
mngerti. Kalimat terakhirnya begitu jelas dan menyejukkan.
“Terbanglah, terbanglah Dandelion..”
Dandelion, itu nama yang indah.
Ia membuka matanya, menarik napas dan
menghembuskannya ke arahku. Sedetik kemudian aku tidak lagi berada di tangannya.
Aku menari di udara dengan campuran napasnya yang beraroma musim gugur. Aku
terbang.
Ia tidak memintaku mengabulkan harapan-harapannya.
Ia memintaku mengantarkannya.
Dandelion, itu nama yang indah.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Inilah,
inilah yang selama ini kutunggu.takdir ini membawa kami. Entah siapa yang
menemui siapa.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Malam ini akan terasa sangat singkat. harapan-harapannya menggantung di setiap
helaiku. Mereka menunggu untuk kuantarkan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Dandelion, itu nama yang indah.
0 komentar:
Posting Komentar
leave the coment please