Kamis, 27 Juni 2013

Penunggu Angin


                 Tidak seperti hari kemarin, keinginanku kini lebih kuat. Entah karena aku yang tidak bahagia atau ini hanya angan sementara. Ribuan kali kupikirkan apakah aku harus atau menolaknya. Aku menunggu, tanpa kutahu apa itu. Semacam keinginan abstrak yang takmampu kugapai. Bukan hanya aku, tentu saja. Bahkan ribuan teman di sampingkupun mempertanyakannya. Sesuatu yang kami tunggu, sesuatu yang kami harapkan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
             Setiap dari kami berbeda, tentu saja. Namun kami tidak pernah mempermasalahkannya. Kami hidup beriringan dengan jutaan mereka yang hijau. Seperti hamparan karpet yang takpernah kulihat ujungnya. Ya, tentu saja, batas pandangku takmampu melihat keujung dunia. Aku dan mereka tersenyum, namun ada tetes air mata yang menunggu untuk jatuh.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Aku baru saja memulainya, entah berapa bulan lalu. Ah aku tidak menghitungnya. Setiap hari kuhabiskan dengan bahagia. Ya, bahagia menurut definisi kami tentu saja. Bernapas, menari, bernyanyi, dan menunggu. Kami tidak menyapa satu sama lain. Namun aku yakin, entah apa yang membuat kami terikat. Takdir. Itu adalah kata sederhana takterdefinisi. Selama aku bernapas, aku tidak akan berhenti menemukannya. Namun itu bukan sesuatu yang kutunggu, ada hal lain yang lebih sederhana sekaligus kompleks yang perlu kutemukan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Setiap yang kutahu adalah harapan, setiap yang kulihat adalah angan. “mereka”. Yang kusebut “mereka” adalah mahluk yang takkutahu. “mereka” adalah mahluk asing yang berbeda dengan ribuan mereka di sampingku. Itu temanku, itu berbeda.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Tidak lama setelah aku memperhatikan fajar, sesuatu dating dari jauh. Hal itu membuat teman hijauku menari dan bernyanyi. Suara itu seperti gemerisik yang riuh dan indah. Seperti aroma musim semi yang lembut. Ribuan pertanyaan bermunculan di benakku. apa ini yang kutunggu? Apa ini yang selama ini kucari? Aku memejamkan mata dan seketika hembusan besar melewatiku. Angin. Mereka berarak membisikkan kabar bahagia. Aku membuka mataku, tangkaiku hanya bergoyang sedikit. Aku menoleh kesampingku, sedetik kemudian kusadari teman di sampingku menari. Mereka menari bahagia. Mereka tersenyum begitu lebar nyaris tertawa. Entah mengapa aku melihat setetes air mata terjatuh. Aku tersenyum lega karena kutahu itu air mata bahagia.
          Mereka menari seperti biasanya, namun kali ini berbeda, mereka terlalu bahagia, dan pijakan mereka bukan lagi tanah, mereka menapakki udara dan angina yang mengayun di sekitarnya, mereka akan menemukan apa yang mereka cari, nanti.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Ya, hari ini belum sampai waktuku. Setiap dari kami berkurang, pada waktu yang ditentukan. Aku taktahu kapan aku akan menyusul.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Entah berapa lama waktu kuhabiskan seharian ini, aku takmenghitungnya. Namun kulihat langit taklagi berwarna biri cerah, di ujung sana mentari menggantung rendah, awan-awan berarak membingkai sinar sang senja. Mereka seperti siluet pengantar kabar bahagia. Mereka nampak begitu manis berwarna jingga dan merah jambu. Aroma musim gugur terselip diantara celah-celahnya. Aku menarik napas panjang seolah ingin mengisi seluruh bagian selku, sebagai persiapan menempuh malam yang panjang.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Indera keenamku kembali dikejutkan keberadaan mahluk asing. Aku melihat berkeliling dan menangkap siluet di kejauhan. Kali ini berbeda dari biasanya, mahluk itu bukan angin yang menari dengan temanku sebelumnya. Mahluk itu semakin dekat. Aku belum bisa melihatnya jelas. Semakin dekat dan dekat, aku melihat roda-roda berputar seiring angin yang bernyanyi di telingaku. Entah perasaan apa ini, aku merasa inilah saatnya. Mahluk itu semakin jelas. Itu manusia. Mahluk yang kukira hanya mitos, kali ini bergerak dan menuju ke arah kami. Rambutnya hitam dan tergerai di bahunya. Rambut-rambut itu menari karena ia yang bergerak melawan arah angina. Ia mengendarai sesuatu dengan dua roda di sisi depan dan belakangnya. Lututnya menyembul berulang-ulang di balik gaunnya karena ia mengayuh benda itu. Ia menenteng sebuah ransel kecil di punggungnya, bebatuan membuat tas itu bergerak naik turun. Aku tidak berhenti menatapnya hingga iabegitu dekat dan berhenti tepat di depanku. Ia menjulurkan tangannya, meraih tangkaiku dan memetikku. Rasanya sedikit sakit namun perasaan legaku lebih dominan dari itu. Ia tersenyum dan melihat kea rah senja, aku nyaris mendengar bisikan namun tidak begitu jelas.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
          Ia mendekapku dan memejamkan mata. Begitu erat hingga aku bisa merasakan detak jantungnya. Tangannya begitu erat menggenggamku. Sedetik kemudian aku tahu ia tidak sedang tidur. Ia berbisik. Namun bibirnya sama sekali tidak bergerak, itu suara hatinya.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Bisikkan itu semakin jelas kudengar. Kali ini kata-kata itu taklagi bebentuk bisikan. Aku bisa mendengarnya jelas. Kali ini kutahu ini bukan hanya kumpulan kalimat. Mereka harapan. Aku bahkan takmenyadari airn mataku menetes, inikah? Inikah yang selama ini kutunggu?\aku tidak bisa menggambarkan kata-kata itu. Namun aku mngerti. Kalimat terakhirnya begitu jelas dan menyejukkan.
“Terbanglah, terbanglah Dandelion..”
Dandelion, itu nama yang indah.
Ia membuka matanya, menarik napas dan menghembuskannya ke arahku. Sedetik kemudian aku tidak lagi berada di tangannya. Aku menari di udara dengan campuran napasnya yang beraroma musim gugur. Aku terbang.
Ia tidak memintaku mengabulkan harapan-harapannya. Ia memintaku mengantarkannya.
Dandelion, itu nama yang indah.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Inilah, inilah yang selama ini kutunggu.takdir ini membawa kami. Entah siapa yang menemui siapa.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Malam ini akan terasa sangat singkat. harapan-harapannya menggantung di setiap helaiku. Mereka menunggu untuk kuantarkan.
ȣ ᴕ ᴽ ȣ ᴕ ᴽ
Dandelion, itu nama yang indah.

0 komentar:

Posting Komentar

leave the coment please

 
;